Jauh disudut hati aku. Aku amat merinduimu. Merindui lukisan hatimu tentang jalan ini …
Merindui bait bait nukilan tintamu yang sebening embun yang suci …
Merindui cita cita yang pernah kamu tuliskan padaku dalam mimpiku untuk aku kabulkan dicelah kesibukan kita mengurus manusia ….
Hingga terkadang rindu itu terbawa bawa dalam tidurku dan membangunkan aku dari lelap dimalam malam yang hening
Hingga ada tikanya rinduku melebar, seluas padang Arafah.
Tempat aku menghampar jiwa.
Jiwaku yang punya misi besar untuk menghalilintarkan jalan ini dengan semangat dakwah …
Namun kini rinduku itu seolah akan tertanam dan berkubur bersama semangat kamu yang hilang dan tertanam bersama kebisuan suara dari kalimah kalimah mu yang sudah tiada … lalu cita cita besar kita yang telah kita tulis dan rintis bersama dalam mimpi kita yang telah dicatitkan oleh malaikat dalam senyumnya seolah akan menjadi memori yang tiada pahala dan menjadi gumpalan emosi dilangit jiwa …
Aku tak tahu kenapa sayap itu patah dikala kita mula ingin terbang bersama untuk menembus lorong waktu yang panjang ini!
Apakah perlu kita cuba untuk terbang kembali atau …
Mungkin hatimu telah jadi batu karang yang mengeras dan memudarkan cita cita kamu itu. Atau harus kamu proses lagi hati kamu dalam doa yang memanjat arasy Tuahn untuk mendapat keyakinan menembusi jalan yang penuh ujian ini bersama aku.
Atau kamu ingin pergi selamanya yang membuatkan aku menyaksikan kepergian sebuah jiwa yang amat aku dambakan untuk berkongsi cita cita itu dan berjalan bersama sama dimedan dakwah ini merentas parit parit api yang menanti kita.
Atau kamu ingin melihat aku mengharungi taufan malam keseorangan dan kecundang melawan duka duka yang menunggu waktu untuk datang mencarik barik kan hati ku yang telah ku berikan pada Tuhan.
Memang aku tidak mampu untuk menurut kehendakmu dan kata hatimu disebabkan gunung yang ku daki dihadapan ku ini masih belum aku takluki lagi dan masa kan aku mampu untuk menunaikan kehendakmu sedangkan awlauwiyat tidak mengizinkan aku dan ini tidak bermakna aku tidak menghormati cita cita itu dan maaf aku tidak dapat membuktikan ketulusan aku pada mu di situasi situasi yang sulit begini.
Tidak mungkin aku sesali akan hari hari yang aku lalui bersama kamu. Hari hari yang panas tanpa salju dan kedinginan itu kerana dalam kepanasan kemarahanmu itu dapat juga aku teguk air air iman dan semangat dari mu sehingga aku dapat memadamkan ghairah hidup menuju kesolihan yang suci seolah olah aku ditegur oleh surah Mudatsir dibalik selimut disepertiga malam!
Adik mutarabbi ku dijalan ini …
Walau dimanapun pun kamu sekarang ini
Tidak mudah untuk ku padamkan kerinduan ini …..
setelah kita diikat dengan rabithah yang sering kita doakan bersama
disamping perkongsian ilmu dan semangat …
yang mana kamu sering mengingatkan aku hakikat malam dan kesunyian, tentang tangis dan derita jalan. Tentang takwa dan jalan merintisnya dengan dakwah yang kamu fahami ….
agar aku terus berlari dan mengaung keangkasa jauh menuntun ayat ayat Allah untuk kita sama sama nuzulkan kepada manusia ….
dan diujung hari itu kamu menyadarkan aku akan pengabdian yang tiada batas sehingga jiwa ku damai …
sehingga bila kamu tiada lagi bersuara membuatkan aku terngiang ngiang dan terbungkam sunyi dalam percik percik kesabaran …
Aku benar benar kebingungan seperti kehilangan seorang sahabat Ansar …..
No comments:
Post a Comment